Template by:
Free Blog Templates

blog search

Jumat, 16 April 2010

cerpen cerpen cerpen

Dunia memang kejam. Dunia penuh dengan mimpi-mimpi indah. Dunia menghanyutkan orang-orang yang menikmatinya. Dunia menyuguhkan mimpi-mimpi bagi yang tidak menikmatinya. Dan akulah bagian dari dunia, namun aku tak bias menikmatinya.

Aku seorang anak tunggal. Aku hidup sendiri sejak dua tahun lalu. Peristiwa itu telah merenggut nyawa ayah dan ibu ku. Dua tahun lalu ketika air situ gintung menerjang pemukiman di sekitar rumah kami, ayah dan ibuku sedang berada dirumah sedangkan aku sedang menginap di rumah paman ku yang terletak di Jakarta.

Saat aku menonton berita di televisi, aku terhenyak ketika mendengar berita bahwa situ gintung yang letaknya tidak jauh dari permukimanku telah jebol. Air dari jebolan situ gintung telah melenyapkan pemukiman warga termasuk rumahku. Setelah mendengar berita itu, aku segera bergegas menuju rumahku.

Setelah sampai disana, ternyata ayah dan ibuku telah terbujur kaku di posko korban bencana itu. Aku hanya bias terdiam dan mencoba untuk tidak mengeluarkan air mata.

“Ayah..Ibu..” teriak ku sambil memeluk tubuh mereka.

“Sabar jar..sabar” jawab paman sambil menenangkan aku.

“Aku mau ayah..Aku mau ibu” teriak ku lagi.

“Ikhlaskan saja jar, ini takdir dari Allah” jawab pamanku.

Maka, sejak itulah aku menjadi seorang yatim piatu.

Aku hidup sebatang kara, hidup dari cucuran keringatku sendiri. Hampa rasanya hidup sejak aku ditinggal sendiri. Namun ku ingin mandiri, tak bergantung kepada pamanku yang ada di Jakarta itu. Walau dia mau menerimaku tapi aku tak kuat dengan tanteku yang selalu memandangku dengan sebelah mata. Karena itu, akhirnya aku pun resmi sebagai anak jalanan.

Namun, hidup ku kini hanyalah sebatas mimpi. Ya, sebatas mimpi. Bangku sekolah, hanya sebatas mimpi. Makan berkecukupan, sebatas mimpi. Diusiaku seharusnya aku disibukkan oleh pertanyaanku kepada guru, nyatanya aku sibuk mengamen di perempatan.

Harusnya tanganku sibuk menulis catatan, nyatanya tanganku sibuk memainkan kecrekan. Harusnya duniaku dipenuhi ilmu-ilmu pengetahuan, nyatanya duniaku dipenuhi polusi kendaraan. Ya, dunia memang kejam bagiku. Semua hanya sebatas mimpi.

Kini hidupku yang terombang-ambing di jalanan, diselamatkan oleh satu sekoci. Ya, sekoci itu berwujud sekolah gratis bagi anak jalanan sepertiku. Tentunya sekolah gratisku ini yang hanya beratapkan langit beralas tanah, oase bagi anak jalanan, dikelola oleh pensiunan guru yang mengandalkan uang pensiunannya untuk biayai anak-anak jalanan lain, tak kurang dari duapuluh anak.

Kini ku termenung mengingat dialog kala aku mendaftar ke sekolah ini, saat itu disuatu pagi yang mendung …

“Ibu, boleh kah aku menumpang bersekolah disini?” tanyaku kepada calon guruku, yang tak lain pensiunan guru mantan SD ku dulu, yang hanya dua tahun kuenyam bangkunya

(ia kaget mantan muridnya tiba-tiba ada dihadapannya)
“Mengapa kamu kesini nak?” Tanya nya kepadaku.

Lalu aku ceritakan kisah kelamku kepada ibu guru .

“Ibu turut prihatin ya nak, silahkan kamu bergabung di sekolah ini nak” jawab ibu guru.

Dan dialah penyelamat hidupku . Oase bagi hiduku.

Perlahan tapi pasti, aku mulai menapaki tangga ilmu pengetahuan. Tentunya diawali oleh sekolah ku itu, yang membuatku terkagum akan indahnya ilmu pengetahuan.

Yang membuatku berfikir bahwa mimpiku bukan hanya sebatas mimpi. Aku mulai sadar bahwa mimpi dapat kuraih. Aku sadar bahwa hidup ini indah, lebih indah dari mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MY MUSIC FOR LIVE

free counters